Senin, 01 Mei 2017

HUKUM DAGANG (KUHD)

1.Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang

   Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

   Hukum Dagang bagian dari hukum perdata pada umumnya, yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang di atur dalam Buku III BW. Dengan kata lain hukum dagang adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD dan KUH Perdata.

   Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang dapat saling di katakana saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga tidak terdapat perbedaan secara prinsipil antara keduanya  hal ini dapat dibuktikan di dalam pasal 1 dan pasal 15 KUH Dagang.

2.Berlakunya HUkum Dagang
   Sebelum tahun 1938, hukum dagang hanya mengikat kepada pedagang saja yang melakukan usaha dagang. Kemudian sejak tahun tahun1938, pengertian perbuatan dagang menjadi lebih luas dan dirubah menjadi perbuatan perusaan yang mengandung arti menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (Perusahaan).

3.Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
   Di dalam menjalani suatu kegiatan perusahaan yang di pimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Pengusaha dan Pembantunya memiliki hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehigga berlaku suatu perjanjian perburuhan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.

4.Pengusaha dan Kewajibannya

   Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang ada dua macam kewajiban  yang harus dilakukan (dipenuhi) oleh pengusaha, yaitu:
1) Membuat pembukuan (sesuai dengan pasal 6 KUH Dagang Yo undang-undang nomor 8 tahun 1997 tentang dokumen perusahaan).
2) Mendaftarkan perusahaanya (sesuai undang-undang no 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan).

Referensi
Sari, Kartika Elsi dan Advendi Simanunsong. 2007. Hukum Dalam Ekonomi. Jakarta: Grasindo
SUWARDI, S.H., M.H. 2015. HUKUM DAGANG: SUATU PENGANTAR. Yogyakarta: Deepublish

Hukum Perjanjian

1.Standar Kontrak
   Merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah

2.Macam-Macam Perjanjian
a) Perjanjian Jual-beli
b) Perjanjian Tukar Menukar
c) Perjanjian Sewa-Menyewa
d) Perjanjian Persekutuan
e) Perjanjian Perkumpulan
f) Perjanjian Hibah
g) Perjanjian Penitipan Barang
h) Perjanjian Pinjam-Pakai
i) Perjanjian Pinjam Meminjam
j) Perjanjian Untung-Untungan

3.Syarat Sah Perjanjian Kontrak
   Pasal 1320 KUH Perdata disebabkan dalam pasal tersebut diatur mengenai syarat sahnya suau perjanjian, yaitu:
a) Adanya kata sepakat
b) Adanya kecakapan
c) Terdapat objek tertentu
d) Terdapat kausa yang halal

4.Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
   Tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian dapat menyebabkan perjanjian berakhir, misalnya karna pihak yang melakukan perjanjian tidak memenuhi syarat kecakapan hukum. Tata cara yang disepakati dalam perjanjian juga dapat menjadi dasar berakhirnya perjanjian. Kebatalan dan pembatalan perjanjian diatur dalam pasal 1446 sampai pasal 1456 KUH Perdata. Ada tiga penyebab timbulnya pembatalan perjanjian, yaitu:
i.Adanya perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang belum dewasa dan dibawah pengampuan. Pembatalan perjanjian dan pengembalian kepada keadaan semula bagi orang yang tidak cakap melakukan perjanjian.
ii.Tidak mengindakan bentuk perjanjian yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan.
iii.Adanya cacat kehendak yaitu kekurangan dalam kehendak orang atau orang-orang yang melakukan perbuatan yang menghalangi terjadinya persesuaian kehendak dari para pihak dalam perjanjian.

Refrensi
Eka Astri Maerisa, S.H., M.K., M.Kn. 2013. Panduan Praktis Membuat Surat-Surat Bisnis & Perjanjian. Jakarta: Visimedia
DR. SUKARMI, S.H., M.h. Cyber Law: Kontrak Elektronik dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha (Cyberlaw Indonesia)